Mimpi, cita, angan, khayalan coretan-coretan kecilku

Rabu, 13 Juni 2012

Kesedihanku (Sammy Simorangkir)


Sepinya hari yang kulewati
Tanpa ada dirimu menemani
Sunyi kurasa
Dalam hidupku
Tak mampu aku untuk melangkah
Masihku ingat indah senyummu
Yang selalu membuatku mengenangmu
Terbawa aku dalam sedihku
Tak sadar kini kau tak disini

Reff :
Engkau masih yang terindah
Indah di dalam hatiku
Mengapa kisah kita berakhir yang seperti ini

Hanya kini yang kurasa
Menangispun ku tak mampu
Hanya sisa kenangan yang terindah
Dan kesedihanku


Asik nih lagunya, buat yang galau juga cocok, tapi aku saranin cepet move on ya,

Butiran Debu (Rumor)


Namaku cinta ketika kita bersama
Berbagi rasa untuk selamanya
Namaku cinta ketika kita bersama
Berbagi rasa sepanjang usia

Hingga tiba saatnya aku pun melihat
Cintaku yang khianat, cintaku berkhianat
Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi
Aku tenggelam dalam lautan luka dalam
Aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang
Aku tanpamu butiran debu
Namaku cinta ketika kita bersama
Berbagi rasa untuk selamanya
Namaku cinta ketika kita bersama
Berbagi rasa sepanjang usia
Hingga tiba saatnya aku pun melihat
Cintaku yang khianat, cintaku berkhianat ooh
Menepi menepilah menjauh
Semua yang terjadi di antara kita ooh
Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi
Aku tenggelam dalam lautan luka dalam
Aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang
Aku tanpamu butiran debu
(aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi
Aku tenggelam dalam lautan) dalam luka dalam
Aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang
Aku tanpamu butiran debu, aku tanpamu butiran debu
Aku tanpamu butiran debu, aku tanpamu butiran debu



Yang galau yang galau yang galau, jangan galau terus donk, masih banyak kok yang lebih baik dari si dia, sipp, move on yah.. :p

Sabtu, 19 Mei 2012

Rela



Kini kau pergi
Pergi membawa seribu kenangan
Pergi meninggalkan seribu kenangan
Pergi meninggalkan diriku yang rapuh ini
Pergi meninggalkan indahnya cinta yang tak ingin kuakhiri ini

Apakah kau mengerti
Betapa sakitnya aku
Betapa perihnya hatiku
Betapa diri ini sangat menginginkan dirimu

Apakah kau sadar,
Sakitnya aku, sakitnya jiwaku
Perihnya hatiku
Yang kau tinggalkan

Mungkin kau tidak menyadarinya
Mungkin disana kau tak peduli
Tak peduli atas keadaanku begini
Itu terserah padamu

Tuhan tau apa yang terbaik untukku
Tuhan tau apa yang membuatku bahagia
Mungkin kau bukan tercipta untukku
Mungkin kau bukan yang terbaik untukku
Suatu saat nanti pasti akan nada pangeran hati yang lebih darimu

Meski sakit, meski perih, meski rapuh
Aku rela kau pergi




Pergi



Inginku, kau disampingku selamanya
Harapku, kau temani aku, dikala sedih maupun senang
Tapi tak akan pernah terjadi
Kau, akan pergi jauh dari hidupku
Pergi meninggalkanku
Disaat rasaku mulai tumbuh
Disaat ku butuhkanmu untuk berada di sampingku
Disaat ku lemah tanpamu

Mungkin ini ‘Takdir Illahi’
Takdir yang tidak menginginkan kita bersama
Mungkin ini yang ‘Tuhan’ inginkan
Tuhan tidak menginginkan kita bersama

Mungkin disana kau akan temukan belahan jiwamu
Aku turut bahagia untukmu
Aku turut gembira atas kebahagiaanmu
Dari jauh

Aku hanya ingin semoga kau baik disana
Semoga kau masih mengingatku disana
Semoga kau masih menyayangiku disana

Kalau suatu saat nanti takdir mempertemukan kita bersama
Mungkin Tuhan masih memperkenankan kita bersama lagi
Tapi
Kalau mungkin kita tidak dipertemukan kembali
Aku harap kau akan mendapatkan kebahagiaanmu disana tanpa aku

Terima kasih atas semuanya
Atas makna kasih sayang yang telah kau ajarkan padaku
Atas arti getaran cinta yang kurasakan karenamu
Dan juga kenangan indah yang kita bangun berdua selama ini

Perlu kau ingat
Sayangku tak terbagi ruang
Cintaku tak terhitung jarak
Dan Kasihku tak akan lekang oleh waktu


Puisi Terakhir Soe-Hoe-Gie

Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekah.
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza.
Tapi, aku ingin habiskan waktuku di sisimu, sayangku.
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang
manis di lembah Mendalawangi.

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang.
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra.
Tapi aku ingin mati di sisimu, manisku.
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya.
Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tahu.

Mari sini, sayangku.
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku.
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung.
Kita tak pernah menanamkan apa-apa,
kita takkan pernah kehilangan apa-apa.

PESAN (Soe-Hoe-Gie)

Hari ini aku lihat kembali
Wajah-wajah halus yang keras
Yang berbicara tentang kemerdekaaan
Dan demokrasi
Dan bercita-cita
Menggulingkan tiran
Aku mengenali mereka
yang tanpa tentara
mau berperang melawan diktator
dan yang tanpa uang
mau memberantas korupsi
Kawan-kawan
Kuberikan padamu cintaku
Dan maukah kau berjabat tangan
Selalu dalam hidup ini?
Dikutip dari buku : Soe-Hoe-Gie Sekali Lagi

MANDALAWANGI – PANGRANGO (Soe-Hoe-Gie)

Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang2mu
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu
walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku
aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta
malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua
“hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya “tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
‘terimalah dan hadapilah
dan antara ransel2 kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas2 hutanmu, melampaui batas2 jurangmu
aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup

SEBUAH TANYA ( Soe-Hoe-Gie)

“akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”
(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)
“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”


Dikutip dari buku : "Soe-Hoe-Gie Sekali Lagi

Selasa, 15 Mei 2012

Dusta


Sakit, Sakit bagikan tertusuk perisai tajam
Perih, perih bagaikan teriris pisau tajam
Ketika kau lakukan ini padaku
Kau tinggalkanku sendiri
Kau ingkari janji yang kau buat sendiri
Telah kau hancurkan ikatan ini dengan sebongkah dusta
Sebongkah dusta yang mengotori ikatan indah
Yang telah kita rajut bersama

Kau adalah makhlik terkejam yang pernah kukenal
Kau adalah makhluk terkeji yang pernah kulihat
Kau sakitiku tanpa kau tahu betapa rapuhnya aku

Aku tak rapuh karena kau tinggalkan
Kau anggap ku angin lalu
Kau tak anggap ku ada
Tak ada jujur diantara kita
Itu yang membuatku rapuh
Meski kau telah lakukan ini padaku
Sayangku tak akan lekang oleh waktu
Cintaku tak terhitung waktu
Selamanya akan tetap begini
Kau tetap ada di secuil hatiku
Pergi
Inginku Kau disampingku selamanya
Tapi tak akan mungkin bisa terjadi
Kau akan pergi, pergi jauh meninggalkanku dalam kesendirian
Disaat rasaku mulai tumbuh
Disaat kubutuhkanmu
Disaat kulemah tanpamu

Mungkin ini memang takdir kita yang tak akan bisa bersama
Mungkin ini yang Tuhan minta
Tuhan tidak memperkenankan kita bersama

Mungkin kau disana akan mendapatkan seseorang pendamping yang lebih dariku
Aku hanya bisa tersenyum dari jauh
Melihatmu bahagia disana, dengan pilihan barumu
Aku disini hanya bisa berdoa
Semoga kau baik disana
Semoga kau masih mengingatku disana
Semoga kau masih menyayangiku meski kita jauh

Kalau mungkin suatu saat nanti, kita dipertemukan kembali, akan kupeluk erat dirimu,
tapi mungkin itu hanya khayalan semata

Terima kasih kuucapkan
Kau telah mengajarkanku arti kasih sayang
Kau telah memberiku arti cinta terindah
Dan kau telah memberiku seuntai kenangan indah abadi dalam hatiku

Sayangku tak terhitung jarak
Cintaku tak terpisah ruang dan waktu


Senin, 05 Maret 2012

X-MMd 2011/2012 (Kita Selamanya)

Diklas ini kita berbagi canda tawa, senang bareng, sedih bareng, susah bareng, disini kita juga saling membantu bila ada yang kesulitan
kita sahabat selamanya

Kita kawan untuk selamanya
Kita saudara selamanya
Kita selamanya

Kita sahabat, teman, kawan, dan saudara untuk selamanya, 
Kalian sahabat terbaikku :)

Kalau nanti kita udah memiliki kehidupan masing-masing, aku gak akan pernah ngeluoain kalian selamanya
(●⌒∇⌒●)  ♪\(*^▽^*)/\(*^▽^*)/

Rabu, 29 Februari 2012

Profil and My WPAP

Perkenalkan namaku Dwi Katteleya Harwin Putri. Aku lahir pada tanggal 23 Agustus 1996. Berarti saat ini aku tela memasuki 05 tahun dan hampir 16 tahun. Aku tinggal di jalan bendungan Sutami 36 Malang kelurahan sumbersari ecamatan Lowokwaru. Aku adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Aku mempunyai kakak laki-laki yang sekarang sedang menempuh pendidikan di Universitas Negeri Malang fakultas sejarah. Kakakku ini juga lulusan SMKN 4 Malang, tetapi ia mengambil jurusan Persiapan Grafika, sedangkan aq mengambil jurusan multimedia.
                Saat ini aku sedang menempuh pendidikan disalh satu SMK Negeri terkemuka di kota Malang yaitu SMKN 4 Malang, sekolah SMK berstandar internasional yang ada di kota Malang, aku mengambil jurusan Multimedia, jurusan yang sangat menyenangkan. Aku masuk di kelas X-MMd, kelas yang sangat menyenangkan, kelas yang sangat mengasyikkan, di kelas X-MMd aku memperoleh saudara-saudara dan sahabat- sahabat baru, aku juga mendapatkan sosok ibu kedua yang sangat sangat perfect yaitu IBU DWI SETYO RINI, meskipun kadang beliau sering marah-marah ke kelas kami, tapi beliau marah-marah karena kami memang salah, tapi aku sangat sangat sangat bersyukur mendapatkan wali kelas seperti Bu Dwi.
Terima Kasih Bu Dwi, karena Bu Dwi telah menjadi sosok ibu yang baik ke seluruh kelas X-MMd.

Selasa, 28 Februari 2012

BIOGRAFI CHAIRIL ANWAR

Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Dia dibesarkan dalam keluarga yang cukup berantakan. Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya berkahwin lagi. Selepas perceraian itu, saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke Jakarta. Semasa kecil di Medan, Chairil sangat rapat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil.


Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:

Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta

Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa membilang nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.

Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.

Rakannya, Jassin pun punya kenangan tentang ini. “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.”

Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah menikahinya.

Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda.

Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa versi tentang sakitnya. Tapi yang pasti, TBC kronis dan sipilis.

Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Tapi kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya, Evawani Chairil Anwar, seorang notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat mengenang kematian ayahnya, di tahun 1999, “Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang bertentangan dengan dunia Chairil Anwar.”

BIOGRAFI KAHLIL GIBRAN SANG PUJANGGA (MY IDOLA)

Kahlil Gibran atau Jubran Khalil Jubran adalah salah seorang sastrawan perantauan (Mahjar) beraliran romantik. Lahir 6 Januari 1883 di sebuah desa bernama Besharri, Lebanon Utara dan meninggal pada 1931 di usia 48 tahun.
Gibran adalah salah seorang pengikut Gereja Katholik Maronit. Ia berasal dari keluarga terpandang —kakeknya termasuk tokoh masyarakat di Besharri— namun hidup dalam kondisi kemiskinan secara ekonomis. Ayahnya bernama Khalil bin Gibran, seorang gembala yang memiliki kebiasaan memainkan Taoula, merokok narjille (pipa air), mengunjungi teman-temannya untuk sekedar mengobrol. Kadangkala ia juga minum arak dan berjalan-jalan di padang luas pegunungan Lebanon.
Sedangkan ibunya, Kamila, adalah anak terakhir dari seorang pendeta Maronit, Estephanos Rahmi, yang berstatus janda sebelum menikah dengan Khalil. Pernikahan Kamila dengan suami pertamanya, Hanna Abdel Salam, dikaruniai seorang putra bernama Peter. Sedangkan dari perkawinannya dengan suami kedua, yaitu Khalil bin Gibran, Kamila dianugerahi tiga anak. Selain Gibran diberi nama sama dengan nama ayahnya, Kamila juga melahirkan dua anak perempuan, yakni Mariana, dan Sultana. 
Akan tetapi, dalam kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan tidak menyurutkan gerak Gibran untuk mengenyam bangku sekolah. Mula-mula ia belajar banyak hal, terutama bahasa, musik, dan sedikit mengenal tentang seni lukis dari ibunya yang polyglot (menguasai bahasa Arab, Perancis, dan Inggris). Tatkala usianya masih terlalu kecil, si ibu memperkenalkan sebuah kisah dari negeri Arab yang cukup tersohor, Kisah Seribu Satu Malam, juga Tembang Perburuan (Hunting Song) karya Abu Nawas. Ini artinya, sejak kecil Gibran bergelut dengan pelajaran sastra.
Didasari keinginan kuat untuk mengurangi beban kemiskinan keluarga, pada tahun 1894, Peter, saudara tiri Gibran yang saat itu berusia 18 tahun mengutarakan keinginan untuk berimigrasi ke Amerika. Semula ibunya menolak rencana itu. Namun akhirnya sang ibu menyetujui dengan syarat keluarganya dapat berangkat secara bersama-sama. Hanya saja sang ayah menolak dengan alasan memelihara sedikit harta yang mereka miliki. Tetapi penolakan sang ayah itu tidak mengurangi niat Kamila, Gibran dan kedua saudaranya dengan dimotori Peter untuk terus berangkat ke Amerika.
Langkah tersebut memang lazim dilakukan oleh para penduduk Lebanon. Sebab, ada tiga alasan penting yang menjadi faktor pendorongnya, yaitu:
Pertama, keinginan untuk melepaskan diri dari tindakan represif Turki Usmani.
Kedua, untuk mencari modal atau memperbaiki perekonomian keluarga.
Ketiga, untuk kedua tujuan tersebut sekaligus.
Setelah menginjakkan kaki di Amerika, mereka menuju Boston di mana banyak penduduk asli Besharri dan Syiria membentuk koloni di China-town. Sang ibu, Peter, dan dua saudara perempuan Gibran bekerja mencari uang. Dia sendiri terpaksa masuk sekolah untuk memperoleh pendidikan lebih. Selama dua tahun bersekolah itulah, tampak kecerdasan dan kecemerlangan otak Gibran memukau gurunya. Ia selalu memperoleh nilai tertinggi di antara teman-teman “asing”nya di sana. Oleh sang guru, Gibran kemudian disarankan untuk menyingkat namanya menjadi “Kahlil Gibran” dari nama semula “Jubran Khalil Jubran”.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Amerika, Gibran bermaksud kembali ke Lebanon guna mendalami bahasa aslinya (bahasa Arab) dan mengenal banyak karya pemikir dan sastrawan Arab terdahulu. Setelah keinginannya dikabulkan oleh ibunya, dalam rentang waktu antara tahun 1896–1901, Gibran menempuh pendidikan di sebuah sekolah terkemuka, Madrasah Al-Hikmah, yang terletak di Beirut sekarang.
Di madrasah itu, Gibran belajar Hukum Internasional, ketabiban, musik dan sejarah Agama. Selama periode 1898 dia menjadi penyunting pada majalah sastra dan filsafat, Al Hakekat. Dengan bekal kemampuan Gibran dalam seni lukis dan didasari kekagumannya pada para pemikir besar Arab yang diketahuinya dalam kelas, pada 1900 Gibran membuat sketsa wajah penyair Islam periode awal seperti Abu Nawas, al-Mutanabbi, al-Farid dan Khansa (penyair besar perempuan dari Arab), juga wajah para filosof seperti Ibnu Khaldun dan Ibnu Sina.
Selama itu pula ada sebuah kenangan indah yang mempengaruhi jiwanya secara mendalam, yaitu kisah cinta pertamanya dengan Hala Daher, seorang putri dari sebuah keluarga aistokrat di Lebanon. Oleh Gibran kisah itu lalu diabadikan dalam novelnya, The Broken Wings (1912).
Tetapi ketidaksetaran status sosial telah menjadi tembok yang membatasi cinta keduanya. Sejak saat itu, Kahlil berubah secara drastis. Hati dan cintanya yang terltka telah menjadikan dirinya sebagai seseorang yang membenci seluruh kehidupan tradisi perkawinan ketimuran yang diatur dalam “kasta-kasta” sosial.
Menginjak usianya ke-18 tahun, Gibran telah menyelesaikan studinya di Madrasah al-Hikmah dengan hasil sangat memuaskan. Namun, karena didorong keinginan memperluas ilmu dan wawasan serta mendalami seni lukis, dia memutuskan untuk berangkat ke Paris. Dalam perjalanannya itu, Gibran menyempatkan diri singgah di Yunani, Italia, dan Spanyol pada 1901.
Di Paris, Kahlil Gibran tinggal selama dua tahun. di kota inilah dia menulis buku Spirits Rebellious, sebuah buku yang terkenal dengan kritikannya terhadap keadaan sosial, para pejabat tinggi, pengurus keagamaan, juga cintanya yang kandas. Karena bukunya itu, Gibran sempat dikucilkan pihak Gereja Maronit dan diasingkan oleh pemerintah Turki di Lebanon. Keduanya juga membakar karyanya di berbagai tempat di Beirut.
Kemalangan Gibran tidak cukup sampai di sini. Tahun 1903 dia menerima surat dari saudaranya, Peter, yang memintanya untuk segera kembali ke Boston sebab adiknya, Sultana, meninggal akibat terserang penyakit Tuber Culosa (TBC) dan ibunya menderita sakit berat. Pada tahun yang sama di bulan Maret, Peter juga meninggal akibat wabah serupa.
Kepedihan Gibran serasa bertumpuk setelah ibunya yang tercinta turut menyusul kedua saudaranya menghadap Yang Kuasa, tepat tiga bulan setelah kematian Peter. Kehilangan sang ibu yang dicintainya membuat Gibran amat terpukul dan patah arang. Baginya, kini hanya tinggal Mariana, adik sekaligus kawan yang setia menemani di negeri orang. Secara historis, tampak bahwa realitas kemalangan yang dialaminya di Boston telah mempengaruhi seluruh karyanya di kemudian hari.
Ia mulai aktif menulis termasuk menulis beberapa artikel yang tersebar di berbagai media massa. Tulisan-tulisannya mampu mencengangkan pengagum sastra dunia, termasuk kritikus sastra Arab terkemuka, May Zaidah. Bermula dari polemik di media massa sejak 1912, ternyata sentuhan cinta keduanya mampu merekatkan jarak Amerika-Arab meski sampai akhir hayatnya, mereka tidak pernah saling bertemu

Kumpulan Kata-Kata mutiara Kahlil Gibran

Apabila cinta memanggilmu... ikutilah dia walau jalannya berliku-liku... Dan, pabila sayapnya merangkummu... pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu..." (Kahlil Gibran)

"...kuhancurkan tulang-tulangku, tetapi aku tidak membuangnya sampai aku mendengar suara cinta memanggilku dan melihat jiwaku siap untuk berpetualang" (Kahlil Gibran)
 

"Tubuh mempunyai keinginan yang tidak kita ketahui. Mereka dipisahkan karena alasan duniawi dan dipisahkan di ujung bumi. Namun jiwa tetap ada di tangan cinta... terus hidup... sampai kematian datang dan menyeret mereka kepada Tuhan..." (Kahlil Gibran)

"Jangan menangis, Kekasihku... Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta. Hanya dengan cinta yang indah... kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan" (Kahlil Gibran)


"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu... Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada..." (Kahlil Gibran)
"Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini... pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang" (Kahlil Gibran)

"Apa yang telah kucintai laksana seorang anak kini tak henti-hentinya aku mencintai... Dan, apa yang kucintai kini... akan kucintai sampai akhir hidupku, karena cinta ialah semua yang dapat kucapai... dan tak ada yang akan mencabut diriku dari padanya" (Kahlil Gibran)

"Kemarin aku sendirian di dunia ini, kekasih; dan kesendirianku... sebengis kematian... Kemarin diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara..., di dalam pikiran malam. Hari ini... aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari. Dan, ini berlangsung dalam semenit dari sang waktu yang melahirkan sekilasan pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan... sekecup ciuman" (Kahlil Gibran)



"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu aku ingin mencintaimu dengan sederhana seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan."  (Kahlil Gibran)

Senandung Cinta (Kahlil Gibran)


Jiwa yang terkapar nada rindu mengusik kalbu
Nyanyian yang tiada pernah tergores tinta
Nada kasih mengalir menembus sukma
Menyentuh batin mengalirkan sayang


Nyanyian yang tiada pernah tergores tinta
Sungguh...betapa segala resah mendesah
Bimbang mengguncang dalam ketidak-abadian
Untuk siapa nada ini kan menyapa


Di relung jiwa bersemayam segala rasa
Terhempas risau, melayang hilang
Menjelajah hati menjawab tanya
Hadir membayang dalam bayang-bayang



Getar ujung jemari kabarkan kehadirannya
Nyata terasa getaran dijiwa.
Bening air mata, berkaca-kaca
Bak air telaga yang memantulkan gemerlap bintang


Sendu merayu ditengah heningnya malam
Bercengkrama bersama titik-titik embun
Membongkar dinginnya kabut rahasia
Hingga kebenaran, datang  menjelang


Nada lahir dari ujung renungan
Mengalun bersama kesunyian
Menepis semua kebisingan
Mengalir diantara mimpi dan bayangan


Adalah cinta terbawa nyata diantara alunan nada
Rindu memecah sepi, lantang bergemuruh menderu hati
Menabur mimpi, dalam hasrat menggebu di ujung rindu
Dibalik nada-nada cinta, aku menemukanmu

Keagungan Cinta (Kahlil Gibran)




Ketika air mata menitik di pipimu
Saat kau masih peduli terhadapnya
Dan dia tak lagi mempedulikanmu
Meski engkau  masih setia menantinya


Manakala dia bisa mencintai selain dirimu
Namun kau tetap tersenyum bahagia
Dan terucap jujur dari mulut, lalu berkata
Aku turut bahagia dalam kebahagiaanmu


Jika cinta bertepuk sebelah tangan, lepaskan tanganmu
Terbang dan kepakkan  sayapmu selebar angkasa biru 
Arungi luas alam bebas, hingga kau dapati tempat berteduh
Tuk tentukan arah, temukan cinta yang pernah hilang

Senin, 06 Februari 2012

Puisi untuk Mama

Mama
Engkau pelita dalam hidupku
Engkau penerang gelap malamku
Engkau malaikat dalam hidupku

Mama
Tiada kata yang bisa kuucapkan untuk membalas besar kasihmu
Kasihmu bagai sinar mentari yang tak pernah padam
Bagaikan api yang selalu menghangatkanku dalam kedinginan

Mama
Ku tahu, aku bukan anak yang sempurna
Aku belum bisa membahagiakanmu
Aku belum bisa membuatmu menumpahkan air mata bahagia karena melihat kesuksesanku

Kelak
Aku akan buktikan
Aku bisa membuat mama menumpahkan air mata bahagia melihatku sukses
Suatu saat nanti

Love you mam

By. Dwi Katteleya

SORGA (Chairil Anwar)


Seperti ibu dan nenekku juga
tambah ketujuh turunan yang lalu
aku minta pula supaya sampai di sorga
yang kata Masyumi dan Muhammadiyah bersungai
susu
dan bertabur bidadari beribu

Tapi ada suara menimbang dalam diriku,
nekat mencemooh: Bisakah kiranya
berkering dari kuyup laut biru,
gamitan dari tiap pelabuhan gimana?
Lagi siapa bisa mengatakan pasti
di ditu memang memang ada bidari
suaranya berat menelan seperti Nina, punya
kerlingnya Jati?

Malang, 23 Februari 1947

KEPADA KAWAN (Chairil Anwar)



Sebelum Ajal mendekat dan mengkhianat,
mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,
selama masih menggelombang dalam dada darah
serta rasa,

belum bertugas kecewa dan gentar belum ada,
tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam,
layar merah berkibar hilang dalam kelam,
kawan, mari kita putuskan kini di sini:
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!

Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,
Jangan tambatkan pada siang dan malam
Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.
Tidak minta ampun atas segala dosa,
Tidak memberi pamit pada siapa saja!
Jadi
Mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!

30 November 1946

CINTAKU JAUH DI PULAU (Chairil Anwar)


Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri.

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
dngin membantu, laut terang, tapi terasa
dku tidak ‘kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”

Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
Kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri

1946